Sunday, June 30, 2024

Narasi Parafrase #3

 

TUGASKU DI BUMI TIDAK HANYA UNTUK MENGEJARMU



Menangislah untuk hal yang sangat mengecewakan dirimu hari ini. Namun setelah subuh menjelang, bahagialah! Karena hal itu tak perlu kau tangisi lagi. Dia lenyap, terhapus oleh bulir-bulir air matamu.


***

Selamat malam seseorang ...

Masih ingat senjaku? Yang sering kau tunggu indahnya. Aku pernah memiliki seseorang yang kukira selamanya dan ternyata aku salah. Aku hanya sedang mempertahankan seseorang yang semu. Sementara itu, kamu sadar tidak, waktu sepertinya menertawakan kita. Bagaimana tidak, saat kamu pergi, sungguh aku sedang kencang-kencangnya berlari. Hampir semua yang kamu minta, aku ada. Semua yang kamu butuh aku sedia. Tapi kamu tidak pernah melihat usahaku memenuhimu.

Aku salah apa, sih? Rasanya yang kuberi hanya sia-sia. Padahal kamu tidak tahu, ‘kan? Aku hampir saja kehilangan diriku sendiri demi menjadi seseorang yang kamu minta. Sesosok bayangan sempurna yang sepertinya manusia di bumi ini tidak ada yang bisa memenuhinya. Aku ini manusia biasa, masih punya air mata, masih punya nama. Maaf, aku tak bisa menjadi seperti yang kamu inginkan. Karena inginmu terlalu banyak, aku tak sanggup. Sejauh ini, sepertinya kisah kita bukan tentang aku dan kamu. Tapi tentang kamu dan sesosok bayangan indah yang selalu kamu impikan.

Aku hanya ingi menitip pesan. Jika ingin mencari yang terbaik, maaf ini dunia bukan negeri dongeng. Di sini semua manusia punya salah dan punya kurang. Di sini, manusia juga punya jiwa dan kamu tidak bisa mengubah jiwa seseorang hanya demi memenuhi ekspektasimu yang terlalu tinggi. Kamu egois, tidak punya rasa. Coba kamu bayangkan besarnya usahaku untuk bisa berubah.

Maaf, itu bukan diriku yang sebenarnya. Aku hanya ingin kamu tahu, aku sakit lho waktu kamu bilang, "Tolong berubah demi aku." Itu aku tak bisa. Aku mundur, ya? Karena aku sudah terlalu lelah berlari. Kamu tak bisa dikejar, dan tugasku di bumi tidak hanya untuk mengejarmu. Masih banyak yang harus aku lakukan, seperti menjadi sosok ‘aku’ misalnya. Karena sebenarnya aku ini istimewa dan aku harap akan ada seseorang yang bisa menerima istimewanya diriku sendiri. Terima kasih, ya. Sudah mengajarkanku rasanya berjuang tanpa dilihat sedikit pun. Kalau misalnya berlari dan mengejar sudah tak dianggap, cukup.

***





Selepas kau pergi, aku yang benci menangis

Berat mengubah sikap, sebab demi Tuhan rasa ini masih sama. Memandang wajahmu aku tak sudi. Oh, jangan sampai di hadapanmu aku meneteskan air mata. Mengertilah aku adalah lelaki yang benci menangis. Mengertilah, telah semampunya aku tak ingin melihatmu lagi. Sementara waktu telah menyeretku jauh dari ragamu. Aku saja menjadi benci menjadi aku. Yang berharap kembali di detik-detik itu. Di Pelukanmu, betapa pesta yang sia-sia. Ria yang percuma. Pada tiap esok yang kupunya hanya akan ada satu tanya, “Kau di mana?” Sesungguhnya aku ingin sekali lagi berkata, “iya.” Namun tiada pintamu datang kepadaku. Mungkin aku hanya terlalu sering berpikir tentang satu hari yang tidak akan pernah datang.

Tidak seharusnya kita menyesatkan ini semua. Aku masih menyesali itu. Ada rasa rindu kepada aku yang dulu. Aku yang tak kenal kamu. Sebab dari kehilanganmu, aku menemukan persamaan. Antara udara dan bebutiran, aku telah hancur, tubuhku mengurus, jiwaku menguras. Telah kujadikan kakiku selingan kapas, agar aku tak dapat lagi memahami langkahku. Tetapi aku tidak dapat menyelamatkan dunia. Sekarang bantulah semua orang agar membenciku. Kau tidak sendiri, aku menjadi orang lain. Aku yang dulu, yang kau cintai itu telah tiada. Jurang telah memanggil seluruh aku yang tanpa kamu.

No comments:

Post a Comment